“Being late is not an option” – kepala sekolah SD anak saya. Saya sepenuhnya setuju. Terus terang saya sendiri kadangkala masih lalai masalah ini. Salahsatu contohnya datang ke kantor. Walaupun ketika saya telat dengan kesadaran pribadi saya akan pulang lebih lambat untuk mengkompensasi keterlambatan saya. Yang penting sehari saya bekerja 8 jam. Tapi saya terus berusaha meneguhkan komitmen untuk datang tepat waktu. Dan sudah berjalan sesuai harapan saya.
Saya ingat beberapa tahun yang lalu, ada kawan yang di tegur atasan karena sering datang terlambat. Kawan saya ini kebetulan memimpin beberapa staff. Saya ingat kawan saya ini menceritakan teguran apa yang disampaikan atasan kami. Kira-kira seperti ini.
“When you are late, everybody in your team will be late as well. You are their superior, their role model” – atasan kami
Sejak itu kawan saya selalu datang tepat waktu bukan karena atasan kami marah tapi karena setuju dengan apa yang disampaikan. Kawan saya ini bilang mungkin mereka datang terlambat karena saya mencontohkan datang terlambat itu tidak apa-apa. Apakah setelah kawan saya ini konsisten datang tepat waktu maka staffnya juga datang tepat waktu? Ternyata tidak kawan.
Permasalahannya ternyata tidak sesimpel itu. Tapi kembali lagi ke pribadi masing-masing apakah kita sendiri mau berkompromi dengan keadaan terlambat? Jika iya, maka selamanya kita akan terlambat terus. Tidak peduli atasan mau mencontohkan bagaimana, jika kita sebagai pribadi berpikir “biasa aja kok telat, orang lain juga maklum” maka tidak akan ada perubahan.
Dan ini yang sedang dirisaukan atasan saya sekarang. Beberapa waktu lalu, ketika jam masuk kantor sudah lewat 30 menit, beliau sambil bergurau bilang ke kawan saya.
“Saya bingung kubikel sebanyak ini, waktu sudah menunjukkan pukul segini, tapi masih sepi. Ini jam saya yang salah atau bagaimana ya?”
Kawan saya yang diajak bicara ini sudah membicarakan fenomena ini dengan saya sebelumnya. Ketika dia baru pindah ke departemen saya, komentarnya adalah “ngga disana ngga disini sama aja ya, semua datang telat semaunya”
Saya hanya berkomentar pendek “beda generasi”. Saya generasi tua dong ya 🙂
Kerisauan atasan saya pun di ekspresikan tertulis, beliau menulis pesan kepada kami semua pada suatu akhir minggu. Berharap kami beristirahat dengan baik sehingga bisa memulai hari Senin dengan datang tepat waktu. Apa yang terjadi setelah pesan ini dikirim?
Hari Senin pagi, 15 menit setelah jam masuk kantor lewat, kantor sudah ramai. Tidak terlalu buruk ya untuk permulaan, walaupun harapannya keramaian ini sudah dimulai 15 menit yang lalu pas jam masuk kantor. Seminggu berjalan seperti itu. Sungguh kemajuan yang berarti.
Pertanyaan berikutnya apakah ini tetap konsisten ketika atasan tidak ada?
Tentu tidak. Pagi ini hampir 30 menit setelah lewat jam masuk kantor, dari 20-an staff hanya ada 2 yang sudah datang.
Sekali lagi kembali lagi ke pribadi masing-masing. Jika prinsip kita being late is not an option, then it won’t be an option forever.